Magnet yang dipancarkan buku karya Stephen R Covey kini masuk sekolah di Indonesia.
Inspirasi itu datang dari Dr Stephen R Covey melalui bukunya, The Seven
Habits of Highly Effective People (Tujuh Kebiasaan Manusia yang Sangat
Efektif). Karya motivator, konsultan, dan pakar manajemen kelahiran Salt
Lake City, Amerika, 24 Oktober 1932 ini, seakan menjadi magnet yang
mampu mengubah pandangan seorang kepala sekolah di Amerika.
Setelah berdiskusi dengan guru-guru lainnya, Muriel Summers, kepala
sekolah itu, akhirnya berpandangan, anak didik tidak sebatas mencapai
nilai tinggi. Lebih dari itu, anak didik juga perlu bekal lain untuk
menapak hari-hari mereka ke masa depan.
Ia menyebut, perlunya bekal keterampilan menganalitis, kreatif, kerja
sama dalam tim, memimpin diri sendiri, dan berbaur dengan beragam latar
belakang manusia. "Bila kita hanya berupaya mencapai nilai tes tinggi,
saya khawatir kita akan menciptakan generasi anak-anak yang tidak dapat
melakukan apa-apa selain mengerjakan tes dengan baik," simpulnya.
Perjalanan waktu memberi bukti atas keyakinan Muriel. Ia dan para guru
di sekolah itu me lihat, anak didik mereka mengalami perkembangan tidak
hanya dalam pencapaian nilai tapi juga kemampuan diri. Perkembangan itu
terjadi setelah diterapkannya konsep 7 habits dalam pengajaran.
The Seven Habits of Highly Effective People, konsep fenomenal yang
memberikan gambaran mengenai tujuh kebiasaan menuju gerbang kesuksesan
dalam jangka panjang. Ketujuh kebiasaan itu adalah, jadilah proaktif;
mulai dengan tujuan akhir (visi dan misi); menetapkan prioritas;
berpikir menang/menang; memahami dulu baru dipahami; wujudkan sinergi;
dan 'mengasah gergaji,' beraktivitas secara teratur dan positif.
Intisari buku itu terbagi dalam tiga bagian. Tiga kebiasaan pertama akan
membentuk karakter seseorang terkait dengan penguatan pribadi ke dalam
(internal), disebut private victory (kemenangan pribadi). Tiga kebiasaan
berikutnya menekankan kepada penguatan pribadi keluar (eksternal),
disebut public victory (kemenangan publik). Kebiasaan ketujuh merupakan refleksi
sejenak untuk melaku kan pembaruan yang lebih baik dan kontinu.
Magnet yang dipancarkan karya Stephen R Covey itu akhirnya masuk juga di
beberapa sekolah di Indonesia. SMP Internat Al Kausar dan SMA Insan
Cendekia Al Kautsar Islamic Boarding School, salah satu diantaranya yang mencoba menerapkan konsep dari intisari buku itu.
Awal tahun ajaran lalu, seluruh siswa dan guru di sekolah yang terletak
di Desa Babakan Jaya, Parung Kuda, Sukabumi, ini mengikuti pelatihan The
Seven Habits of Highly Effective Teens. Berlangsung selama dua hari dan
pelatihan dirasakan cukup memberikan kesan bagi para murid.
Usai pelatihan, mereka saling mengingatkan tujuh kebiasaan ini, terutama
kebiasaan pertama, jadilah proaktif, ketika ada teman mereka yang
selalu reaktif merespons setiap permasalahan. Tindakan tersebut sebagai
upaya untuk meredam emosi temannya.
"Kita menekankan pada kebiasaan pertama, jadilah proaktif," ungkap
Douglas Prabawono, Executive Director Internat Al Kausar. Konsep dalam 7 habits, jelas Douglas, sebagai alat untuk mendorong anak didik
berbuat yang terbaik dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Pernyataan "Aku Bisa" menjadi titik tekan bagi para murid untuk tidak mudah putus asa dalam menjalani setiap tantangan dalam hidup, khususnya
belajar. Pernyataan lain "Aku adalah Pemimpin" diharapkan mampu
menginspirasikan kepercayaan serta mendorong jiwa seluruh murid untuk
mengikuti kata hati mereka daripada sekadar mengikuti kelompok. Itu
karena, mereka harus menyadari bahwa hidup adalah pilihan.
Tidak lepas dari prinsip Al Kausar yang selalu menerapkan leadership,
life skill, dan Islamic value, pelatihan ini pun diharapkan mampu
meningkatkan kesadaran atau perubahan pola pikir pada pribadi murid
sehingga mencapai kemenangan pribadi karena terpenuhinya impian mereka.
Selain diberikan kepada murid, sebelumnya seluruh guru juga diikutkan
dalam pelatihan. Prinsip tujuh kebiasaan yang ada, diharapkan mampu
menjembatani komunikasi antarguru dan murid. Intinya, sebelum murid,
guru lebih dulu yang harus membangun landasan kokoh sehingga mudah
mengatasi permasalahan yang muncul dalam diri murid.
Penerapan konsep seven habits di sekolah ini tidak sebatas pelatihan.
Usai pelatihan, jelas Douglas, dilakukan penyegaran. Sesi penyegaran ini
menekankan bahwa pembentukan karakter yang kuat akan membawa manusia
menuju kesuksesan jangka panjang.
Penyegaran seperti itu, menurut dia, akan terus dilakukan se cara
berkala untuk terus mengingatkan kebiasaan-kebiasaan efektif yang dapat
membawa kesuksesan dalam hidup. Untuk itu, "Kita mendatangkan pelatih
dari luar."
Bagaimana perkembangan sementara penerapan konsep tujuh kebiasaan dari
buku Seven Habits terhadap guru dan anak didik di sekolah ini? Dalam
pengamatan Douglas, kebiasaan guru dan anak didik mulai terlihat ada
perubahan.
Boleh jadi, perubahan akan kian nyata dalam kurun waktu tertentu,
seperti yang terjadi pada guru dan siswa di sekolah binaan Muriel
Summers di Amerika.
TUJUH PRINSIP
The Seven Habits berisi tujuh prinsip yang bila diterapkan sebagai
kebiasaan hidup akan menuntun seseorang mencapai efektivitas sejati.
1. Be Proactive (Bersikap Proaktif).
Dalam menghadapi suatu masalah, kita bisa memilih untuk bersikap reaktif
atau proaktif. Bila kita cenderung menyalahkan orang lain atau keadaan
yang sulit, maka kita bersikap reaktif. Sementara itu, proaktif adalah
sikap bertanggung jawab atas setiap aspek dalam kehidupan kita yang
selanjutnya membuat kita mengambil inisiatif dan tindak an. Intinya,
dengan bersikap proaktif, kita tidak membiarkan diri kita terhanyut oleh
keadaan, tapi justru berusaha mengendalikan keadaan. Dalam konsep
stimulus dan respons, keadaan adalah stimulus yang tidak dapat
dikendalikan, tapi manusia mempunyai daya untuk memilih respons apa yang
akan dia ambil.
2. Begin with the End in Mind (Memulai dengan tujuan di pikiran).
Banyak orang memiliki cita-cita, tapi sedikit yang mampu
memvisualisasikannya dalam suatu pernyataan. Dengan membuat "Pernyataan Misi Pribadi", kita dibantu berkonsentrasi dan
mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi apa yang akan dihadapi sebelum
bertindak.
3. Put First Things First (Dahulukan yang Utama).
Kita harus mempunyai skala prioritas untuk tujuan-tujuan jangka pendek
dengan tidak melupakan tugas-tugas yang walaupun terlihat tidak mendesak
tapi penting. Dengan sempitnya waktu, seorang pemimpin harus mampu
mendelegasikan sebagian tugasnya. Pendelegasian akan efektif bila sejak
awal ada kesepakatan hasil yang ingin dituju, bukan semata rincian
rencana kerja dari atas.
4. Think Win/Win (Berpikir Menang/Menang).
Bila kita terbiasa memikirkan solusi yang saling menguntungkan (win-win
solution) bagi kedua belah pihak, kita dapat meningkatkan hubungan kerja
sama yang lebih efektif dalam mencapai tujuan.
5. Seek First to Understand, Then to be Understood (Mengerti Dulu, Baru Dimengerti).
Bila memberi suatu nasihat tanpa berempati atau tanpa memahami situasi
orang tersebut, kemungkinan besar nasihat itu akan ditolak atau tidak
berguna. Maka, biasakan untuk "paham dulu baru bicara" agar komunikasi
berjalan dengan efektif.
6. Synergize (Sinergi).
Berusahalah untuk mencapai sinergi positif bila bekerja dalam tim.
Intinya, perbedaan nilai-nilai yang ada harus dihormati, dibangun
kekuatannya, dan dikompensasi kelemahannya. Galilah potensi dan
kontribusi setiap anggota tim. Jika sinergi dapat dicapai, hasil satu
tim lebih besar daripada hasil anggota bila bekerja sendiri-sendiri.
7. Sharpen the Saw (Pertajam Gergaji).
Kebiasaan ini berfokus pada pembaruan diri secara mental, fisik,
emosional/sosial, dan spiritual yang seimbang. Untuk dapat terus
produktif, seseorang juga harus menyegarkan diri dengan memiliki
aktivitas rekreasi.
Sumber : Dikutip dari Harian Republika, edisi Rabu 7 April 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar